Sejarah Kapal Pesisir Selatan
Laut Pesisir Selatan, Sumatera Barat menyimpan banyak kenangan
yang patut dibaca kembali generasi penerus. Bahwa perairan di sebelah barat
Pulau Sumatera ini pernah menumpuh masa jaya sebagai jalur perlintasan dan
persinggahan kapal besar dari berbagai negara semenjak dahulu.
Sejumlah kapal kapal besarpun ketika masa jayanya perlintasan itu
ada yang karam diamuk gelombang maupun akibat peperangan. Kapal kapal itu
kemudian menjadi kapal legendaris yang dikenang orang di sana sepanjang masa.
Muara Ampiang Parak Kecamatan Sutera adalah salah satu saksi bisu
kejayaan itu. Disana hingga saat ini masih diceritakan secara turun temurun
kisah sebuah kapal legendaris yang karam dimuara tersebut. Kapal yang kemudian
hanya dikenal dengan sebutan kapal dari Belanda.
Asridal (64) Tokoh Masyarakat setempat menyebutkan, disini pernah
sebuah kapal milik Belanda karam. Hingga kini bangkai kapal itu diperkirakan
berada disekitar pintu muara. Soal nama, hingga kini masih menjadi misteri,
karena tidak ada catatan resmi terkait kapal tersebut.
Dikatakannya, proses dan bagaimana kapal itu bisa karam hanya
dicertakan secara turun temurun di masayarakat. Lalu sebagai bentuk penghargaan
kepada kapal legendaris itu, kawasan pantai di muara Ampiang Parak itu diberi
nama pasia kapa (Pasir Kapal).
Salah satu ungkapan yang paling terkenal dimasyarakat hingga kini
tentang kapal Belanda tersebut adalah barabah tabang ka juda, tibo dijuda makan
padi, jembatan basi alun sudah, kapa lah karam di muaro. "Kapal itu
diperkirakan karam di penghujung abad 19. Kapal itu mengangkut material bahan
pembuat jembatan Amping Parak yang diangkut Belanda dari Jawa," katanya.
Kemudian informasi lain menyebutkan, kapal yang diperkirakan
sekelas perintis itu karam ketika kapal hendak keluar dari muara setelah
bongkar material selesai. Ketika kapal keluar, gelombang saat itu besar, lalu
menyebabkan kapal karam. Namun seluruh awak kapal saat itu dikabarkan selamat.
"Dibawah tahun 70-an bagian kapal justeru ada yang menyembul
keluar terutama ketika pasang susut. Bangkai kapal dapat dilihat dari atas
sampan. Kapal itu diperkirakan memiliki panjang 70 hingga 80 meter,"
katanya.
Namun setelah itu, bangkai kapal itu tertimbun pasir akibat
berubahnyanya pintu muara. Kapal itu kini tidak lagi dapat disaksikan karena
tidak ada bagian kapal yang keluar. Kini warga hanya bisa menyaksikan empat
buah tiang besi yang diduga berfungsi sebagai tambatan kapal.
Kapal legendaris selanjutnya dan paling menyedot perhatian publik
dalam dan luar negeri adalah Boelungan Nederland. Kapal ini karam pada 28
Januari 1942, di Nagari Mandeh, Koto XI arusan.
Wali Nagari Mandeh Jarsil RB menyebutkan, Kapal Boelungan
tenggelam setelah dibombardir Jepang. Sebelum di bom ia berada diluar Teluk
Mandeh, lalu berupaya menyelamatkan diri ke dalam teluk.
"Kapal itu masuk dari pintu muara di Nagari Sungai Nyalo
Mudik Aie yang bertetangga dengan Teluk Mandeh. Lalu, Boelongan berlindung di
Teluk Dalam di antara Pulau Cubadak dan Pulau Taraju yang masih di kawasan
perairan Mandeh. Hingga kini keberadaan bangkai kapal itu masih misterius
meskipun beberapa kali telah diteliti orang,"katanya.
Keterangan Foto: Empat buah tiang besi yang menyembul di Muara
Ampaing Parak Sutera, Pessel. Tiang ini diperkirakan dibangun tahun 1890 yang
dipersiapkan untuktambatan kapal kapal besar.
0 comments:
Post a Comment